Rabu, 15 Januari 2014

LOVE BOAT: Cinta Datang Tiba-Tiba... [Episode 5]

[Episode sebelumnya: tiba-tiba terdengar nada khas sms masuk di hp Nokia monophonic sejuta umat milik Arli, “titut…titut..”, Arlipun membuka smsnya, hah, TANPA NAMA, berarti tidak terdaftar di phonebook Arli. Arlipun dengan sedikit malas membaca pesan di dalamnya yang singkat tapi hampir meruntuhkan persendian Arli, “Hai Arli pejuang tangguh, aku mau konsultasi hukum nih (Bayu)”..]


Dengan sedikit menarik nafas, “uuuhh..” Arli mulai mencoba mengetik beberapa kata di handphonenya untuk membalas sms dari Bayu. Arli berharap pilihan kata-katanya terkesan santai dan sederhana. Mungkin pengaruh “ego perempuan”nya yang kadang-kadang muncul, kadang-kadang tenggelam.. Namun sayang, belakangan ini “Ide” adalah barang yang langka bagi Arli. Biasanya Arli yang mudah bergaul, tidak perlu berpikir untuk menyapa atau berpikir untuk mengirimkan pesan, bagi Arli pilihan kata tidak begitu penting, “asal pesan telah dapat dipahami oleh sipenerima pesan, maka penyampaian pesan dinyatakan berhasil”, itu prinsip Arli. Kali ini berbeda! Arli terlalu teliti, terlalu peduli dengan pilihan kata yang dikenal Arli dengan istilah “diksi” di zaman SMA nya dahulu, terlalu banyak pertimbangan sebelum benar-benar menekan tombol ‘send’ atau tombol hijau di handphone monophonic miliknya.  

Pada akhirnya Arli memilih untuk membalas sms bayu dengan hal yang masih terkait dengan pembahasan mereka ketika berada di kapal. Menurut Arli itu lebih mudah digunakan untuk menjembataninya dengan percakapan berikutnya bersama Bayu. “Hai..ini no hp kamu kan? Lumayanlah, siapa tau ntar ortu telat ngirim bulanan, udah tau harus mengadu kemana, siapa tau aja mau berbagi ilmu buat nyari duit hehe..” Arli selesai mengetiknya, membacanya kembali..tersenyum sebentar, dan segera menekan tombol hijau, “SEND”. Tidak lama berselang, Bayu sudah membalas sms Arli dengan kalimat pendek, padat, dan santai, persis sama dengan bentuk sms Bayu pertama yang pada akhirnya menjadi ciri khas sms-sms Bayu berikutnya. Berbeda dengan Arli. Gambaran sosok Arli benar-benar terlukis dari caranya mengirim pesan, dengan kata-kata yang cukup panjang, bahasa yang santai, dan pastinya selalu disisipi candaan sederhana namun cukup untuk membuat Bayu tersenyum, bahkan tertawa terpingkal-pingkal.  

Persaingan telekomunikasi yang masih redup dan masih dikuasai merk yang itu-itu saja membuat harga pulsa masih jauh dari jangkauan masyarakat luas terutama para mahasiswa. Entah mengapa tidak ada pihak lain yang tertarik terjun ke dunia persaingan telekomunikasi saat itu, setidaknya pertambahan pesaing akan berdampak positif bagi konsumen yang akan semakin dianggap sebagai raja, sbagaimana semboyan “pembeli adalah raja”. Itulah yang terus-terusan dipikirkan Arli selepas menekan tombol *888# di handphone miliknya. Dengan uang bulanan Arli yang super terbatas dan butuh nalar dan bijak melebihi seorang menteri keuangan, Arli sedikit meradang dengan hobi barunya saat ini, sms-an dengan Bayu. Ternyata Arli tidak meradang sendirian. Bayupun mulai mengecek sisa pulsanya, “ah..sekarat”. Bayu tak hilang akal, Ia yang biasa menghabiskan waktunya di labkomputer kampus segera menemukan solusi. Di sms terakhirnya hari itu Bayu segera mencantumkan email Yahoomessanger miliknya. Dengan demikian jalur komunikasi baru Bayu dan Arli resmi dibuka. 

Keesokan harinya..  
Minggu ini merupakan minggu terakhir liburan menjelang dimulainya semester baru perkuliahan di kampus Arli dan Arli telah mempersiapkan mata kuliah untuk semester III nya. Arli lega semua urusan kampus sudah rampung, “saatnya bersantai-santai sebelum dibantai 24 sks” pikir Arli. Dengan langkah sedikit gontai akibat kesadaran sehabis bangun pagi belum sempurna, Arli membuka pintu kamarnya yang ditempeli tulisan E2-4/06 yang artinya kamar Arli berada di lantai 4 Gedung Asrama E2 nomor 6. 

Seperti telah menghafal langkah, dengan mata belum terbuka sempurna Arli berjalan menuju kamar mandi, belum sempat berbelok menuju kamar mandi, Arli bertemu dengan Mei, temannya asal Sibolga yang berkuliah di fakultas keperawatan. “Mei..udah bangun juga? Ntar aku ke kamarmu ya..aku mau crita, oke”, Mei yang sedang sibuk membersihkan keset kaki di depan kamarnya segera menjawab, “oke..”, Arlipun segera berbelok menuju kamar mandi, mengambil kotak alat mandinya di deretan kotak alat mandi yang berjejer rapi milik teman-teman sekoridornya dan segera mencuci muka dan menyikat gigi. “mandinya ntar aja ah..brrrrr..dingin”, gumam Arli sambil meletakkan kembali kotak alat mandinya ke tempat semula dan melangkah kamar Mei.  

Seperti biasa Arli menemukan kamar Mei sudah rapih, tercium aroma pembersih lantai beraroma bunga kesukaan Mei bercampur dengan aroma nasi yang sudah tanak, “asik..si Mel udah masak” batin Arli sambil tersenyum. “Mei..mau sarapan ya? Bagiiii..” seru Arli. Mei segera mengambil piring lainnya untuk Arli, menyendokkan nasi dan mengambil lauk yang Mei beli di kantin bawah. Mereka memang sudah terbiasa makan bersama, kadang Mei yang makan di kamar Arli, atau di kamar Mona, kamar Nancy, kamar Eflin, kamar Lucy..begitulah anak Rantau, teman akan menjadi keluarga kedua mereka. 

Setelah selesai makan, Arli mulai mengambil posisi yang enak untuk bercerita, Ia segera naik ke atas tempat tidur Mei yang sudah rapi dan spreinya berkerut kembali akibat gerakan Arli, duduk bersandar pada dinding kamar dan mengambil bantal untuk dipeluk. 

“Mei..tau ga, kemarin pas aku balik ke sini naik kapal, aku ketemu seseorang. Namanya Bayu. Asli Batak tapi kelahiran Bandung. Dia baru balik dari Inalum, kuliah praktek disana. Anak ITB Mei..ga cakep sih, tapi seneng aja sama pembawaannya. Dia sederhana, ngomongnya santai ga nyombong, trus mandiri pula..kami sempat ngobrol lama di kapal. Terus....bla..bla..bla..” Arli bercerita panjang lebar sedangkan Mei mulai geleng-geleng kepala. “dasar kau ya..trus menurutmu dengan ketemuan di Kapal Cuma 1 kali itu bisa langsung percaya sama cowok itu? Kalau saranku sih, bagus sih kalau komunikasi kalian berlanjut, tapi hati-hati ya..jangan terlalu percaya dulu, kan belum kenal betul”. Arli memperhatikan kata-kata Mei dan membenarkannya. 

Tidak beberapa lama kamar Mei sudah ramai kedatangan teman-teman lainnya, Mona, Eflin, Lucy dan Nancy. Mereka tertawa terbahak-bahak mendengarkan kisah Arli di Kapal, namun mereka juga punya pendapat yang sama dengan Mei. Bagaimanapun juga Arli adalah sahabat yang mereka sayangi, wajarlah mereka mewanti-wanti Arli. Matahari mulai meninggi, Arli dan teman-temannya membubarkan diri dari kamar Mei dan mulai sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. 

Sementara itu Arli memilih untuk mencuci seember bajunya, “mumpung kamar mandi masih sepi” gumam Arli. Diiringi musik dari walkman miliknya, Arli mulai mencuci. Entah mengapa Arli tidak begitu tertarik dengan lagu yang biasanya selalu mampu membuat Arli ikut bernyanyi, kali ini pikiran Arli melayang jauh..Arli memikirkan matang-matang perkataan Mei dan teman-temannya. “Ah..benar juga ya. Kok Aku polos bener, baru kenal bentar di kapal, udah ngasih nomor handphone segala, gimana kalau Bayu itu bukan seperti yang aku bayangkan selama ini ya?” pikiran Arli berkecamuk...

[to be continued..] 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar