Minggu, 08 Mei 2011

REFLEKSI...

sebuah kumpulan Tugas Filsafat Hukum FHUI yang pernah kubuat..

Tadinya iseng-iseng buka folder perkuliahanku, tiba difolder Semester VII (periode awal Agustus 2007 s/d akhir Desember 2007) nemu matakuliah Filsafat Hukum. Wah, pas dibuka isinya ada 4 tugas tentang REFLEKSI. dimulai dari awal yaitu REFLEKSI TENTANG DIRI PRIBADI.. nah tugas berikutnya semakin luas yaitu REFLEKSI LINGKUNGAN. semakin jauh perjalanan perkuliahan, diberikan lagi tugas tentang REFLEKSI TERHADAP HUKUM..dan terakhir menjelang akhir semester VII diberikan tugas REFLEKSI TENTANG KEADILAN.

waktu ngebaca semua isi refleksiku dulu, hmmmm menarik juga.. layak tayang diblog sepertinya, wkwkwkwkwkwkwk....
SELAMAT MEMBACA FRIENDS!


Tugas-1 Filsafat Hukum
REFLEKSI DIRI


Saya adalah seorang pribadi yang dilahirkan ke dunia melalui rahim seorang ibu, dengan gender seorang perempuan. Saya menyadari keberadaan saya saat ini tidak terlepas dari pengaruh perhatian, bimbingan serta pengajaran dari orangtua serta orang-orang yang berpengaruh dalam hidup saya. Saya adalah pribadi yang mandiri yang berusaha untuk tidak bergantung kepada bantuan orang lain walaupun di sisi lain dapat saya pahami bahwa saya adalah makhluk sosial, sehingga saya tidak memungkiri bahwa peranan orang lain sangat penting dalam hidup saya.

Hal ini dapat dimungkinkan karena saya tidak begitu menyukai orang-orang yang dengan cepat meminta bantuan terhadap orang lain, tanpa terlihat ada upaya keras untuk melakukannya seorang diri terlebih dahulu. Bagi saya, saya harus menunjukkan sesuatu terlebih dahulu kepada orang lain jika saya berharap kelak orang lainpun mampu berlaku demikian terhadap saya. Hal yang paling membuat saya kesulitan adalah posisi harus memilih, sebab saya tergolong orang yang mempertimbangkan banyak hal dalam keputusan-keputusan yang akan diambil. Namun hal baik dari itu, di saat saya telah memutuskan hal tersebut saya juga telah mempersiapkan pribadi saya untuk mempertanggungjawabkan efek dari keputusan tersebut.

Saya adalah orang berkemauan keras. Saat saya menginginkan atau merencanakan sesuatu, saya akan berusaha dengan keras untuk mewujudkannya. Namun keburukan dari sifat saya ini, saya akan merasa sangat sedih apabila pada akhirnya segala usaha yang telah saya lakukan ternyata tidak mampu mewujudkan keinginan saya. Posisi ini selalu menjadi posisi pembelajaran saya, sebab ketika menyadari kesedihan yang saya alami, saya bukan berputus asa, akan tetapi menerima apa yang telah terjadi dan bersemangat kembali.

Saya suka tersenyum, terutama saat menyapa orang-orang disekitar saya karena saya memang menyukai wajah yang berbahagia dan tidak bermusam. Di dalam pergaulan, saya juga gampang menyesuaikan diri. Hal ini didukung juga karakter saya yang suka bercanda. Jujur saja, melihat orang tertawa dan bahagia juga turut memberikan efek bahagia pada diri saya. Menurut saya, saya cukup terbuka dengan lingkungan saya, saya menyampaikan apa yang ada di hati saya apa adanya, saya mengkritik perbuatan orang yang menurut saya tidak benar, dan saya juga siap dikritik orang lain. Kelemahan yang saya miliki ialah watak saya yang keras yang pada kenyataannya sulit diterima lingkungan saya, sulit menerima bahwa sikap/perbuatan orang lain ternyata tidak sesuai dengan apa yang saya harapkan padahal sayapun telah menunjukkan apa yang saya inginkan tersebut dengan berlaku demikian terhadap orang tersebut, kebiasaan memperhatikan orang lain yang membuat saya mengkritiknya ketika saya menemukan yang tidak benar yang kadang justru menunjukkan keegoisan/kekeraskepalaan saya. Contoh bentuk kekeraskepalaan saya yang lain ialah, ketika saya telah mengambil suatu keputusan, apabila ada lagi masukan diberikan kepada saya, saya cenderung memegah teguh pilihan saya tanpa kembali mempertimbangkannya karena saya menganggap sebelum mendapatkan keputusan tersebut, saya telah banyak memikirkan pertimbangan-pertimbangan. Selain itu, saya sulit memberikan kembali kepercayaan kepada seseorang yang saya nilai telah mengecewakan saya.

Menurut saya, saya termasuk orang yang sabar menunggu sesuatu, akan tetapi hal yang saya tunggu adalah hal yang sejak awalnya telah jelas. Maksudnya saya tidak akan mau menunggu sesuatu yang buat saya belum jelas kondisinya. Saya tergolong orang yang cekatan hal ini berjalan sesuai dengan semangat saya. Sikap dan sifat saya dominan dalam lingkungan, saya cenderung mensugesti (melakukan tindakan persuasif) orang-orang disekitar saya melalui cerita-cerita saya mengenai pengalaman saya, melalui saran-saran saya, melalui pemaparan pola berfikir saya.

Menurut saya, saya sangat beruntung, sebab bukanlah orang yang gampang stress. Ketika saya punya banyak beban pikiran, saya cenderung memberikan waktu khusus untuk menjernihkan pikiran dengan melakukan kegiatan-kegiatan spontanitas yang jarang saya lakukan walaupun saya masih memiliki banyak pekerjaan yang harus saya lakukan. Itulah pemaparan hasil refleksi diri saya yang saya lakukan. Hal yang paling saya sukai dari diri saya ialah sifat pejuang saya yang selalu berusaha keras mewujudkan apa yang saya inginkan dan semangat saya yang banyak memberikan sukacita dalam diri saya.

GIMANAAAA???? menarik ga? bahasanya pasti bahasa amatiran, pemikirannya jauhhhh banget dah dari filsuf or pakar filsafat. tapi menurutku, ya diriku ini seperti apa yang tertuang di refleksi diri diatas. nah..kita lanjutkan ke tugas berikutnya.


TUGAS-2
FILSAFAT HUKUM
REFLEKSI TENTANG LINGKUNGAN SOSIAL



Bicara mengenai lingkungan sosial, di dalamnya akan mambahas mengenai kondisi keluarga dan masyarakat. Sebab keluarga dan masyarakat merupakan unsur-unsur yang saya temui dalam lingkungan sosial saya yang mana pribadi saya adalah bagian dari keluarga dan masyarakat tersebut.

Pada tugas sebelumnya tentang refleksi diri, saya menyebutkan bahwa saya adalah pribadi yang dilahirkan ke dunia melalui rahim seorang ibu, dengan gender seorang perempuan. Saya menyadari keberadaan saya saat ini tidak terlepas dari pengaruh perhatian, bimbingan serta pengajaran dari orangtua serta orang-orang yang berpengaruh dalam hidup saya. Kedua kalimat tersebut secara tidak langsung menyatakan bahwa saya adalah pribadi yang memiliki keluarga dan keberadaan keluarga tersebut berpengaruh bagi hidup saya. Dalam mendefenisikan keluarga, akan ditemukan keragaman. Untuk itu dalam memaparkan defenisi keluarga, saya terlebih dahulu mengklasifikasikan keluarga tersebut. Secara umum, keluarga diklasifikasikan sebagai keluarga inti dan keluarga. Keluarga inti terdiri dari orang tua (ayah dan ibu), saudara-saudara (anak-anak) dalam artian saudara seibu dan atau seayah. Sedangkan keluarga dapat pula didefenisikan secara luas, bisa dengan patokan keluarga sedarah (masih ada hubungan turun temurun yang diketahui silsilahnya), ataupun keluarga berdasarkan adat istiadat (misalnya dalam adat istiadat suku Batak, menyebutkan keluarga terhadap orang yang memiliki nama keluarga (marga) yang sama atau serumpun).

Dalam pemaparan selanjutnya, saya ingin menyoroti keluarga dalam artian keluarga inti. Idealnya pasti keluarga inti terdiri dari orang tua dan anak-anak. Akan tetapi, dapat saja dalam keluarga keanggotaannya tidak demikian. Adakalanya keluarga tanpa anak, atau keluarga tanpa ayah atau ibu. Namun keluarga itu mulai terbentuk sejak seorang pria dan wanita mengikatkan diri dalam suatu ikatan perkawinan. Menurut saya, posisi keluarga di dalam lingkungan sosial sangatlah kuat. Walaupun keluarga nantinya merupakan bagian kecil dalam suatu lingkungan sosial, akan tetapi dasar dari lingkungan sosial itu sendiri ialah keluarga yang menghasilkan pribadi-pribadi yang menjadi pribadi lingkungan sosial tersebut. Setiap subjek lingkungan hidup, pada dasarnya adalah subjek suatu keluarga dan subjek keluarga itu sendiri ialah pribadi-pribadi. Dengan perkataan lain, pribadi dalam tiap-tiap keluarga itulah yang menjadi pribadi lingkungan sosial. Dengan kondisi demikian, menurut saya meskipun keluarga hanya bagian kecil dari suatu lingkungan sosial, akan tetapi punya peranan terbesar dalam penentuan kondisi lingkungan sosial tersebut, sebab bagaimanapun pribadi lingkungan sosial adalah pribadi anggota keluarga dan keluarga punya pengaruh besar atas kondisi pribadi tersebut. Jika lingkungan sosial kita bermoral rendah, tentu didasari kehidupan berkeluarga yang tidak mengajarkan moral dengan baik terhadap anggota keluarganya.

Bicara mengenai masyarakat sebagai bagian dari unsur lingkungan sosial adalah lebih luas daripada keluarga. Sebab masyarakat terdiri dari keluarga-keluarga, dalam artian sama halnya dengan tidak adanya pribadi yang dapat hidup sendiri, tetapi sebagai makhluk sosial memang membutuhkan kehadiran pribadi lain selain dirinya, demikian pula dengan masyarakat. Tidak ada suatu keluarga (dalam hal ini adalah keluarga inti) yang dapat hidup sendiri tanpa kehadiran keluarga-keluarga lainnya. Lingkungan sosial dan masyarakat terkesan sama. Namun menurut pendapat saya, masyarakat dipandang sebagai suatu subjek, dan lingkungan sosial adalah suatu komunitas yang didalamnya tidak hanya ada subjek, namun ada kondisi-kondisi lain di dalamnya. Memandang kondisi masyarakat, sama seperti penjelasan sebelumnya, tentu tidak terlepas dari keluarga yang merupakan bagian kecil dari masyarakat dan masyarakat ini merupakan bagian dari suatu kondisi lingkungan sosial. Bagaimana nantinya kondisi lingkungan sosial, tidak terlepas dari bagaimana kehidupan bermasyarakat yang hidup dalam lingkungan sosial tersebut. Seperti paparan saya tersebut di atas bahwa keanggotaan masyarakat yang terdiri dari keluarga-keluarga, tentu memerlukan suatu hal yang menjadi pengaturan antar keluarga mengingat keluarga yang ada tidak hanya satu, dan keseluruhnnya memiliki kebutuhan dan keperluan yang tidak dapat digeneralisir begitu saja meskipun memiliki beberapa kesamaan dalam hal kebutuhan pokoknya. Dalam hal inilah pada akhirnya kita akan membahas tentang lingkungan sosial itu sendiri.

Di dalam lingkungan sosial terdapat keluarga yang mana keluarga itu tidak hanya satu, dan keseluruhannya telah membentuk suatu komunitas yaitu masyarakat. Oleh karena itu, lingkungan yang didalamnya terdapat kehidupan bermasyarakat yang beranggotakan keluarga-keluarga yang terdiri dari pribadi-pribadi memerlukan suatu kondisi untuk mewujudkan pemenuhan akan kebutuhan tersebut dan dihadirkan dalam suatu wilayah yang disebut lingkungan sosial. Di dalam lingkungan sosial inilah terdapat kondisi kerjasama, toleransi, kehidupan rukun yang dihadirkan melalui sarana dan prasarana umum pendukung setiap hal dalam kehidupan bersama di lingkungan sosial. Dengan perkataan lain, lingkungan sosial tidak hanya terdiri dari subjek-subjek saja, akan tetapi terdapat berbagai kondisi pendukung subjek tersebut. Sehingga lingkungan sosial punya artian yang lebih luas. Oleh karena itu suatu lingkungan sosial membutuhkan pranata-pranata yang mengetahui kondisi dan mengaturnya. Dipilihlah pribadi-pribadi dari masyarakat yang pada dasarnya adalah pribadi keluarga untuk mengerjakan hal tersebut. Saat itulah dibutuhkan suatu pengaturan yang didasarkan pada aturan dengan tujuan menentramkan kehidupan bersama dalam lingkungan sosial. Semakin komplek kondisi suatu lingkungan sosial, semakin tinggi tingkat kebutuhan atas pengaturan, mengingat kebutuhan dan keperluan yang beragam.

Pada akhirnya, lingkungan sosial itu tidaklah dibentuk (walaupun formalnya demikian), akan tetapi keberadaan dan kebutuhan menghendaki demikian. Masyarakat dan keluaraga secara bersamaan adalah bagian dari lingkungan sosial, sebab pada dasarnya subjek dalam tiap-tiap komunitas hakekatnya adalah pribadi yang sama, hanya saja dari sudut pandang mana kita memandang, apakah dari sisi pribadi sebagai bagian keluarga, pribadi yang hidup dalam keluarga dan bersama keluarga lain hidup dalam komunitas masyarakat, ataupun pribadi bagian keluarga yang bermasyarakat yang hidup dalam kondisi-kondisi yang berkembang dalam suatu lingkungan sosial, dan keseluruhannya adalah satu kesatuan.

GIMANA??? nah kalo ini aku akui banget, bahasanya rada muter-muter..intinya sih itu-itu juga. kalo ga salah ya, bahasanya berbelit-belit karna aku lagi kejar target supaya refleksinya lumayan panjang. soalnya ngerjainnya buru-buru, beberapa menit sebelum dikumpulkan..wkwkwkwkwkwk mahasiswa SKM banget..SISTEM KEBUT MENITAN ^_^
Yowess kita lanjut ke tugas berikutnya..


Tugas-3 Filsafat Hukum
REFLEKSI TERHADAP HUKUM


Dalam pembelajaran yang saya terima, hukum memiliki banyak defenisi dengan sudut pandang yang berbeda-beda, seperti hukum sebagai suatu disiplin ilmu, hukum sebagai norma, dan sebagainya. Melalui refleksi hukum ini, saya mencoba merenungkan, mengapa harus ada hukum, darimana asal kekuatan hukum itu sebenarnya, kapan saya dapat mengatakan telah nyatalah fungsi hukum yang sebenarnya, telah tegakklah hukum saat ini.

Bicara mengenai mengapa harus ada hukum, akhirnya saya mencoba memandang bangsa ini, membayangkan apa yang akan terjadi apabila tidak ada hukum di dalamnya. Natur manusia yang ingin hidup bahagia, keinginan menjadi lebih baik dari diri sendiri terdahulu, ataupun dari orang lain, natur kalkulus manusia yang selalu hitung-hitungan, memperhitungkan untung rugi dari tindakannya bagi dirinya sendiri, jika tanpa suatu batasan maka keserakahan tiap pribadi akan terjadi. Serakah saya mendefenisikannya dengan tidak memperdulikan kepentingan orang lain yang harus dihormati. Membayangkan jika tiap-tiap pribadi manusia menjadi serakah, betapa hancurnya bangsa ini. Kehidupan satu pribadi akan menjadi ancaman bagi pribadi lainnya, tidak ada ketentraman, tidak ada jaminan rasa aman dan terlindungi, semua adalah musuh. Saya melihat kebenaran dari salah satu ayat di kitab suci yang saya yakini yang menyebutkan, jika tidak ada hukum maka liarlah rakyat.

Pada akhirnya saya menemukan alasan mengapa harus ada hukum yaitu untuk mengatur kehidupan yang diisi oleh pribadi-pribadi yang memiliki berbagai kebutuhan, memiliki ambisi mencapai apa yang diinginkannya, memiliki kemampuan untuk mencapainya. Pengendalian tidak datang dari hukum itu, tetapi datang dari diri masing-masing pribadi yang diatur dan dipaksa oleh hukum itu. Hukum tidak dapat berbuat apa-apa karena hukum hanya berupa tulisan, hitam diatas putih. Namun ketika pribadi-pribadi tersebut pada akhirnya mengakui kedaulatan hukum tersebut, hukum itu akhirnya memiliki kekuatan yang sebenarnya berasal dari masing-masing pribadi itu sendiri. Dalam perenungan saya, saya mencoba memandang hukum seperti pengadaan lembaga perwakilan rakyat sebagai perwujudan kedaulatan rakyat. Lembaga perwakilan rakyat tidak merampas kedaultan rakyat secara penuh, tetapi tiap-tiap pribadi rakyat menyerahkan kedaulatannya untuk diwakilkan melalui orang-orang yang dipercayakannya di dalam lembaga perwakilan rakyat tersebut. Demikian pula halnya dengan hukum. Kedaulatan hukum itu berasal dari pribadi-pribadi itu yang menyerahkannya kepada hukum sebagai wujud pengakuan kedaulatan hukum dalam kehidupan bersama pribadi-pribadi tersebut. Sebagai contoh, ketika satu orang merasa dirinya telah dirugikan atas tindakan yang dilakukan orang lain, ia tidak membalaskannya sedemikian rupa, akan tetapi dengan adanya hukum, hal ini akan ditangani misalnya hukum akan menjatuhkan hukuman atas kerugian yang ditimbulkan kepada pelaku sebagai wujud dari kedaulatan melindungi kepentingannya (korban) telah ia wakilkan melalui hukum yang diakuinya kedaulatannya. Sehingga saya menyimpulkan kekuatan hukum itu berasal dari pengakuan kedaulatan hukum oleh pribadi-pribadi yang akhirnya diatur oleh hukum itu pula.

Dalam refleksi ini, sayapun mencoba melihat kapan saya dapat menyatakan telah nyatalah fungsi hukum sebenarnya. Melalui perenungan ini ketika pribadi-pribadi yang pada dasarnya berdaulat atas dirinya sendiri memberikan sebagian kedaulatan itu kepada hukum yang diakui secara bersama-sama sebagai suatu aturan yang berdaulat mengatur kehidupan bersama pribadi-pribadi tersebut dan saat berjalannya waktu dan kehidupan bersama, hukum itupun mampu menunjukkan daulatnya, dalam mengatur, melindungi tiap-tiap pribadi, memberi sanksi kepada pribadi yang melanggar/menyinggung kepentingan orang lain atau kepentingan bersama dalam kehidupan bersama atau bentuk kerugian atau ketidakadilan lainnya, saat dimana hukum itupun telah dihormati oleh pribadi-pribadi yang ada dalam kehidupan bersama tersebut, saat itulah nyata fungsi hukum yang sebenarnya.

Ketika saya juga merenungkan kapan hukum itu telah ditegakkan, sayapun mencoba merenungkan parameter apa yang dapat saya jadikan acuan penilaian terhadap tegaknya hukum. Tidak mudah melakukannya, karena aspek kehidupan manusia sangatlah luas. Setiap individu memiliki takaran kebutuhan dan kepentingan yang beragam macam maupun tingkatannya. Akhirnya saya hanya mampu menyebutkan bahwa tegakknya hukum ketika setiap kebutuhan secara umum manusia sebagai pribadi hukum telah terpenuhi, perlindungan atas diri dan kepentingannya terjamin, adanya penjatuhan sanksi/hukuman kepada pihak-pihak yang menyimpangi itu semua, ketika akhirnya keseluruhan pribadi hukum tunduk kepada hukum dan menghormatinya, ketika satu sama lain terjalin kehidupan berdampingan yang damai, tentram, aman sentosa, saat inilah hukum telah ditegakkan.

Pada akhirnya, melalui refleksi ini, saya sebagai pribadi hukum bercermin dari tulisan yang saya paparkan, apakah saya adalah pribadi yang telah mewakilkan kedaulatan saya melalui hukum yang berlaku dengan menghormati hukum itu sendiri, apakah sayapun hanya memandang hukum sebagai tulisan hitam di atas putih dan tidak mengakui kekuatannya mengatur kehidupan saya ditengah-tengah kehidupan bersama dengan pribadi yang lainnya. Jika pada akhirnya setiap pribadi memiliki perenungan yang sama, dan mengaplikasikannya ke dalam kehidupan sehari-harinya, itulah bukti paling nyata bahwa hukum telah ditegakkan sesuai dengan fungsinya.

kalau refleksi ini mungkin bahasanya mahasiswa hukum bangetlah ya, lengkap dengan idealismenya. semoga aja dapat dipertahankan, setidaknya diperjuangkan semaksimal mungkin..SEMANGAT!!

dan inilah refleksi terakhir.



Tugas-4 Filsafat Hukum
REFLEKSI TERHADAP KEADILAN


Dari pemahaman saya maupun penggunaan kata keadilan dalam kehidupan di sekitar saya, dapat saya simpulkan bahwa keadilan itu merupakan tercapainya suatu kondisi yang menggambarkan kemerataan, tidak memihak, telah terpenuhinya suatu keseimbangan takaran yang didasarkan kepada ketentuan hukum/aturan yang mengaturnya.

Ketika saya mencoba merenungkan dan memahami apa makna keadilan yang sebenarnya, sayapun berpendapat bahwa keadilan itu sendiri tak terdefenisi. Mengapa pada akhirnya saya menyebutnya demikian? Hal ini dikarenakan saya tidak menemukan satu titik yang menjadi dasar/takaran yang mutlak sebagai patokan sudahkan tercapai keadilan yang dimaksud. Jika disebutkan hukum/peraturan yang dibentuk dalam suatu komunitas sebagai patokan mutlak, kembali mempertanyakan apakah hukum/peraturan tersebut telah mewakili pandangan seluruh pribadi terhadap keadilan? Karena keobjektifan hukumpun bersumber dari kesubjektifan pribadi-pribadi yang disebut inter-subjektivitas. Seseorang akan mengatakan keadilan telah ditegakkan bisa saja berpatokan kepada aturan yang dibuat, namun tidak menutup kemungkinan pula aturan tersebut tidak memberikan keadilan kepada pihak lain. Tidak bermaksud pesimis terhadap keadilan maupun hukum/aturan yang menjadi dasar atas keadilan tersebut, akan tetapi lebih kepada mencoba memahami nilai-nilai keadilan itu sendiri yang pada akhirnya saya menyimpulkan bahwa sama halnya dengan hukum yang bersumber dari inter-subjektivitas, maka keadilan yang merupakan perpanjangan dari hukum itu sendiripun tidak mutlak.

Dengan demikian, apakah dalam kehidupan sehari-hari, saya tidak akan mengakui kekuatan hukum/aturan yang inter-subjektivitas dan meragukan nilai-nilai keadilan yang ada? Tidak demikian. Jika tidak menghargai hukum sebagai hasil dari inter-subjektivitas atau dapat dikatakan sebagai hal yang dinilai paling objektif yang diatur menusia demi pengaturan kehidupan bersama, bagaimana mungkin pengupayaan keadilan dapat tercapai?

Yang ingin saya sampaikan dalam refleksi ini bahwa keadilan itu bukanlah bernilai mutlak, maksud saya ketika dinyatakan telah tercapai suatu keadilan, maka disaat itupun sebenarnya keadilan yang dimaksud belum tentu adil bagi pribadi lain. Masyarakat Indonesia yang beragam adat budaya, tradisi kebiasaan hidup, beragam kebutuhan, beragam hal yang diprioritaskan dalam hidup, beragam penilaian atas suatu kehormatan, kebaikan dan kesempurnaan, tentulah beragam pandangan dalam memaknai keadilan.

Pandangan saya secara pribadi mengenai keadilan ialah ketika kepentingan saya terjaga bersamaan dengan penghormatan terhadap kepentingan orang lain dalam artian saat kepentingan saya terjaga, orang lainpun tidak dirugikan atas hal tersebut. Memang pada akhirnya terlihat penilaian/pandangan seperti ini sangat subjektif, oleh karena itulah pada akhirnya hal yang paling memungkinkan menjadi patokan/dasar menandai telah tercapainya suatu keadilan, memang tidak objektif secara mutlak, tetapi sifatnya yang dinilai inter-subjektif lebih menjaga kepentingan bersama.

Dari perenungan ini memberikan aplikasi tersendiri bagi saya, ketika saya memandang hukumpun tidak menjamin kesempurnaan keberadaan keadilan disuatu komunitas, namun bukan berarti pesimis dalam menegakkan keadilan. Akan tetapi, seharusnya setiap pribadi merenungkan bahwa kehidupan manusia yang beraneka ragam, saling berdampingan. Oleh karena itu, seharusnya memiliki kesadaran, jika dinilai hukum tidak mutlak menjamin, selayaknya kesadaran masing-masing pribadi yang ingin rasa adil dalam hidupnya terjaga, seharusnya pula menghormati rasa adil orang-orang disekitarnya.

AYo sama-sama kita tegakkan KEADILAN!
SEMANGATTT...

7 komentar:

  1. saya kangen kuliah lagi >.<

    BalasHapus
  2. wah2?? msh ada aja ni dokumen2ny. hahaa. klo punyaku entah ud pd ke mna tu... :D

    BalasHapus
  3. @dame: Semua indah pada waktunya.. semoga waktunya Tuhan buat kita segera hadir..chayooo!

    @Aji: xixixxi.. berkesan loh Ji, pas dibaca lagi terkesima juga dengan pemikiran dizaman kita kuliah dulu..

    BalasHapus
  4. kyk nya aku ga ngerjain tugas ini laee... ga nemu ni udh dicari kmn2. wkwkwkwkwkwkwww

    BalasHapus
  5. @tulus: whattt?? trus dapet apa filkum? kalo dapet A, aku protesssss...xixixixixixixixi....

    BalasHapus
  6. gimana kak di hukum ui kuliahnya enak gak? susah gak? skripsinya sulit gak? dosennyaa galak gaa? doain aku ya jadi maba UI hukum 2015 :)

    BalasHapus