Selasa, 10 Mei 2011

ABSTRAK SKRIPSIKU...

BENTURAN ASAS UNUS TESTIS NULLUS TESTIS TERHADAP KETENTUAN KEHADIRAN SAKSI MAHKOTA DITINJAU DARI ASPEK PERLINDUNGAN HAK-HAK TERDAKWA

Hari ini, Rabu/11 Mei 2011...
dikantor tak sesibuk hari-hari kemarin. Jauh lebih santai. Kemarin, 1 hari tanpa 1 tulisanpun di blog ini. dan hari ini, aku kangen banget kuliah lagi.. aku buka folderku, judulnya SKRIPSIKU 4 SKS. nah, pas dibuka trus dibaca-baca, makin kangeennn belajar lagi. inget banget proses pembuatan skripsiku itu..seru!
Akhirnya kepikiran nayangin ABSTRAK skripsiku di blog kesayanganku ini.. kalau nayangin isi skripsinya ya ga mungkinnnnn... panjang bow' ^_^


ABSTRAK


"Tahun 1989 Mahkamah Agung mengeluarkan Putusan MA No.1986 K/Pid/1989 atas suatu delik pembunuhan berencana. Putusan tersebut menjadi sorotan karena di dalamnya mengakui keberadaan saksi mahkota yang pada intinya menyebutkan bahwa saksi mahkota (kroon getuige) dapat digunakan dalam pembuktian delik dengan bentuk penyertaan (deelneming), yang mana saksi mahkota merupakan terdakwa yang bersama-sama melakukan delik dengan terdakwa lainnya. Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan memecah perkara (splitsing) para terdakwa agar keterangan yang diberikan tersebut berkualitas sebagai alat bukti keterangan saksi. Saksi mahkota ini diperbolehkan terdorong kondisi perkara yang dinilai kurang saksi sehingga terbentur asas Unus Testis Nullus Testis yang karenanya perkara tersebut tidak memenuhi syarat minimum pembuktian. Ini menyebabkan perkara tidak dapat diajukan ke pengadilan atau terdakwa dapat diputus bebas. Sementara itu Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak mengenal saksi mahkota, meskipun dalam prakteknya telah ada sejak sebelum berlakunya KUHAP. Pada perkembangannya, saksi mahkota dinilai telah melanggar ketentuan KUHAP dan disadari telah melanggar hak asasi manusia. Oleh karena itu muncul Putusan MA yang menentang adanya saksi mahkota yang terdapat pada perkara kematian buruh Marsinah tahun 1995. Meskipun telah muncul Putusan MA yang menentang saksi mahkota, dalam kelanjutannya JPU masih saja memaksakan menghadirkan saksi mahkota dalam pembuktian delik baik terhadap perkara kurang saksi maupun pada kondisi perkara lainnya. Penulisan ini merupakan analisis tentang benturan asas Unus Testis Nullus Testis terhadap kehadiran saksi mahkota ditinjau dari aspek perlindungan hak-hak terdakwa dalam KUHAP."



Gimana??? dari Abstraknya, kira-kira nih skripsinya menarik ga? Kalau buatku sih menarik (ya iyalah..wong yang punya skripsi kok bilang ga menarik, xixixixi). Temen-temen yang pengen tau cerita singkat isi skripsinya silahkan tinggalkan comment, ntar pasti aku bales semampuku..^__^



NOTE: Jangan sia-siakan setiap kesempatan belajar yang kita miliki.
S.E.M.A.N.G.A.T
shanshanpengenkuliahlagi

5 komentar:

  1. halo kak, saya tertarik mengenai saksi mahkota.
    Yang saya sering temui baik media elektronik dan cetak rata" hanya membahas alasan-alasan mengapa saksi mahkota bertentangan dengan ketentuan yang ada.
    Yang saya ingin tanyakan, saya ingin meminta pendapat kakak mengapa JPU tidak mematuhi putusan MA dan tetap mengajukan saksi mahkota didalam praktek beracara pidana.
    mohon di jawab. terima kasih kak.

    BalasHapus
  2. hai..
    iya, aku juga tertarik topik saksi mahkota karna menurutku penerapannya dilapangan pelik banget..

    tadi kamu sebutin kalo JPU tidak mematuhi putusan MA.. begini.. sebenarnya ga juga sih,soalnya sebelum kasus buruh marsinah, justru lahir putusan MA yang mengizinkan dihadirkannya saksi mahkota.. disitu letak peliknya..

    iya,bener.. dimana-mana pendapat menyebutkan bahwa saksi mahkota tidak layak diterapkan, karna bertentangan dengan hukum yang berlaku dinegara kita..

    tapi, nah ini dia..hehehehehe,
    sebenarnya kalau ditinjau dari hukum belanda (kita tinjau dari hukum belanda karna menghadirkan saksi mahkota/kroon getuige ini di negara kita bercermin dari hukum belanda), menghadirkan saksi mahkota itu dibatasi penerapannya (diizinkan tetapi terbatas), terbatas kepada tindak pidana yang para pelakunya memiliki peranan yang berbeda, ada yang berat dan ada yang ringan.. dan yang akan ditarik menjadi saksi mahkota adalah yang berperan kecil dalam tindak pidana tersebut, dan..kepada dirinya akan diberikan penghargaan berupa pengurangan saksi atau bahkan pelepasan.. itulah makna dibalik kroon getuige, kroon "mahkota" = penyelamatan. kalau dilihat dari penerapan seperti ini, pasti nya saksi mahkota sangat2 diinginkan dong.. meskipun ada hak-hak terdakwa yang menjadi saksi mahkota akan terampas (cth: right to silent=hak untuk diam, makanya terdakwa ga disumpah kan..), tetapi ada reward yang akan diberikan.. gitu..

    nah, dlm skripsi aku ga bilang boleh atau ga dihadirkannya saksi mahkota.. tapi lebih mengkritisi penerapannya. ga bisa dipungkiri, penting banget hadir saksi mahkota terhadap perkara "KURANG SAKSI" agar tidak terbentur asas "UNUS TESTIS NULLUS TESTIS" demi membuat terang suatu perkara.. itu batasan mutlak menurut aku.. jadi ga semua perkara bisa diterapkan saksi mahkota.. yang menjadi catatan juga (evaluasi putusan perkara LIA EDEN penodaan agama), didalam perkara ini juga menghadirkan saksi mahkota yaitu terdakwa.... (lupa namanya) yang berperan sebagai malaikan jibril. padahal udah seabrek-abrek saksinya, alat bukti lain juga ada baik berupa tulisan, ataupun keterangan ahli.. ironisnya lagi, vonis terhadap si terdakwa yang menjadi saksi mahkota untuk LIA EDEN, LEBIH TINGGI daripada LIA EDEN sendiri.. ini yang perlu dikritisi.. jadi makna "kroon" dalam istilah kroon getuige ga berarti sama sekali..

    itu analisis singkat dari aku..sederhana banget sis, kalau ada masukan lagi..wah, aku trima pastinya...^_^
    semoga bermanfaat

    BalasHapus
  3. saksi mahkota itu kunci, kunci dimana tersangka dalam tindak pidana turutserta bisa jadi saksi, dan jelas dia memberatkan terdakwa, lebih ideal dari saksi standar KUHAP. makanya Ada lembaga LPSK (lembaga perlindungan saksi dan korban)berkaitan dengan saksi kunci dan keselamatan......


    keep smangat...kalian hebat.. ayo gasterus....

    BalasHapus
  4. iya bener..saksi mahkota cenderung adalah saksi kunci (whistleblower).. tapi ga semua whistleblower berkedudukan sebagai saksi mahkota. menurutku begitu...

    soalnya, saksi mahkota hanya terdapat dalam perkara dalam bentuk penyertaan (deelneming), tapi saksi kunci ga harus ada pada perkara penyertaan.

    posisi saksi mahkota ga hanya memberatkan terdakwa, tapi dapat saja memberatkan dirinya sendiri.. kenapa? karna posisi saksi mahkota sebagai saksi dalam perkara terdakwa mengharuskan ia untuk disumpah dan wajib memberikan keterangan yang sebenar-benarnya, termasuk keterangan yang akan menyebutkan dengan gamblang peranan atau perbuatannya sebagai salah satu terdakwa dalam perkara tersebut (catatan: saksi mahkota adalah salah satu terdakwa pada perkara bentuk penyertaan yang dituntut secara terpisah (splitsing), sehingga pada perkara terdakwa an. X (rekannya dalam melakukan delik), ianya menjadi saksi, dan ianya tetap menjadi terdakwa pada perkaranya sendiri).

    sebenernya apa yang aku kritisi dalam kehadiran saksi mahkota ga berkaitan langsung dengan LPSK.. karna aku fokus kepada hak-hak seorang terdakwa yang akhirnya terrampas ketika ia ditarik menjadi saksi mahkota, misalnya right to silent yang punah ketika seorang saksi mahkota disumpah dan wajib memberi keterangan yg sebenar-benarnya sesuai dengan apa yang ia lihat, dengar, alami sendiri..

    bayangkan aja.. kalo dia ketika berposisi sebagai terdakwa, dia bebas diam, atau berbohong.. karna dia ga disumpah, tugas penegak hukum berjuang mendapatkan fakta-fakta hukum. tapi, ketika ia ditarik menjadi saksi (saksi mahkota) untuk perkara yang sama (hanya saja penuntutannya/berkas terpisah (splitsing)), maka terhadap perkara itu ia harus memberikan keterangan dibawah sumpah.. dengan perkataan lain, wajib memberikan keterangan yang sebenar-benarnya.. sama saja seperti mewajibkan ia menceritakan perbuatan pidananya sendiri...

    nah, ini menjadi menarik.
    karna di belanda, tidak sembarang dihadirkan saksi mahkota, terbatas untuk perkara dengan penyertaan yang peranan terdakwa-terdakwanya berbeda tingkatannya, dimana yang ditarik sebagai saksi mahkota adalah terdakwa yang memiliki perananan terkecil..dan kepadanya akan diberikan reward (kroon getuige, kroon = mahkota = penyelamatan), berupa pengurangan sanksi, atau bahkan pelepasan.

    kejadian yang terjadi dalam praktek hukum di negara kita yang sebenarnya merujuk pada hukum belanda justru ga jelas... hampir diseluruh perkara dalam bentuk penyertaan dibolehkan dihadirkan saksi mahkota, meskipun ga terbentur azas unus testis nullus testis. bahkan tidak ada reward bagi sang saksi mahkota yang telah dirampas hak-haknya sebagai terdakwa ketika bersaksi. sebagai contoh perkara LIA EDEN.. hukuman yang dijatuhkan kepada saksi mahkota pada perkara LIA EDEN lebih tinggi dari pada hukuman yang dijatuhkan kepada LIA EDEN sendiri sebagai terdakwa utama..

    namun disisi lain, secara pribadi aku tetap menganggap perlunya dihadirkan saksi mahkota untuk membuat terang suatu perkara..namun dalam penerapannya ga boleh ngasal..karna kita bicara soal HAM..terkhusus hak-hak seorang terdakwa..

    kalo ngebahas LPSK, kita lebih fokus ke hak-hak saksi.. hanya saja skripsinya fokus ke hak-hak terdakwa yang perlu dilindungi..

    -makasih komennya..semoga balasan ini bermanfaat ya-

    BalasHapus
  5. kak kirimin dong file nya ke email aku kak. kebetulan aku lagi nyusun skripsi jg mengenai saksi mahkota ini kak. aku butuh referensi dan berharap dapat hidayah dari skripsi nya kakak. hehe :) mohon dibantu ya kak. klw kakak bersedia membantu kirim ke email aku ya kak jefriyahya147@yahoo.com .terima kasih kak :)

    BalasHapus