Tampilkan postingan dengan label cinta datang tiba-tiba. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cinta datang tiba-tiba. Tampilkan semua postingan

Rabu, 15 Januari 2014

LOVE BOAT: Cinta Datang Tiba-Tiba... [Episode-10]


[Episode sebelumnya: Setibanya di kamar, Bayu kembali menelfon. Arli segera menjawab, “hallo..”, dan terdengar helaan nafas Bayu, “hmm..hallo Arli. Lagi sibuk ya?”, Arlipun menjawab kembali, “iya maaf, tadi lagi ibadah Asrama, jadi telfon kamu aku reject”. Bayupun membuka pembicaraan, “Soal sms kamu kemarin, makasih ya..”. Arli terkejut dengan respon Bayu dan menjawab, “gitu aja?”...]


Bayupun menjawab dengan berusaha setenang mungkin, “iya..yang pasti Aku seneng banget dengan pernyataan Arli di sms kemarin. Arli itu luar biasa sekali. Aku berharap aku dan kamu bisa tetap berkomunikasi baik dan semakin baik nanti-nantinya, “ jawab Bayu sediplomatis mungkin berharap jawabannya dapat memuaskan Arli tanpa harus “menembak” Arli saat itu. 

Arli yang sudah lelah berperang dengan “ego perempuan”nya kembali mengalah dengan sang ego dan memilih tidak lagi mengungkit-ungkit soal pernyataannya semalam. Bagi Arli itu saja sudah membuat Arli jatuh harga diri. Untuk saat ini, meskipun Arli belum puas dengan jawaban Bayu yang mengambang, Arli memilih tidak bertanya lagi dan cukup bersikap wajar seperti biasanya demi membangun kembali tembok ego perempuannya yang ambruk semalam. “oh gitu ya.., oke..oke” jawab Arli yang juga berusaha terdengar sesantai mungkin. Bayu tersenyum lega, mungkin inilah pertama kali Bayu bisa bernafas normal sejak membaca sms kelima dari Arli.

Hari demi hari berlalu, hubungan Bayu dan Arli masih mengambang. Hanya saja komunikasi tetap berjalan baik, bahkan tawa canda terdengar lebih lepas ketika mereka mulai saling melempar lelucon saat ngobrol di telfon. Bayu semakin mengetahui kesibukan-kesibukan Arli di kampus ataupun di asrama, begitu juga sebaliknya yang membuat mereka merasa telah kenal lama jauh sebelum mereka bertemu di kapal. 


Tidak terasa bulan demi bulanpun sudah dijalani. Arli telah selesai mengikuti Ujian Akhir Semester di Semester III nya. Meskipun merasa telah memberikan yang terbaik untuk UAS kali itu, namun ada beberapa mata kuliah yang bagi Arli kemungkinan nilainya akan sedikit mengecewakan. Dengan masih berada pada perasaan yang sedikit tak tenang tiba-tiba terdengar nada panggil dari handphone monophonic milik Arli, “Bayu”, bisik Arli pelan ketika membaca nama si penelfon yang tertera di layar handphone. Ketidaktenangan Arli telah berubah menjadi senyuman manis dan bersemangat menjawab telfon dari Bayu, “hallo..apa kabar”, sapa Arli ceria. “Hai, aku baik. Ngomong-ngomong gimana ujian hari ini? Sukses? Ini ujian terakhir bukan semester ini?” tanya Bayu. Arli menjawab dengan mengekspresikan rasa kecewanya, “iya..sepertinya ujian hari ini hasilnya kurang memuaskan. Tadi ada pertanyaan yang ga bisa kujawab maksimal, Cuma sekedarnya aja. Semoga aja lulus. Mata kuliahnya rada ngebosenin. Ga kebayang kalau harus ngulang mata kuliah itu. Yang bikin seneng ya itu tadi, hari ini aku kelar ujiannya, besok udah bisa bikin planning mau ngapain aja liburan panjangnya, hahahaha” celoteh Arli dengan riang. 

Bayu melihat ada peluang baginya untuk bertemu lagi dengan Arli, bagaimanapun juga Bayu sebenarnya belum tenang kalau belum menyatakan langsung perasaan sayangnya pada Arli. “Kenapa ga main ke Bandung aja? Kan temen SMA kamu banyak kuliah di Bandung, nginep sama mereka aja..tenang aja, kalau urusan jalan-jalan di Bandungnya, ntar aku temenin deh, aku tunjukin tempat-tempat yang bagus. Kamu suka sejarah kan? Disini ada Goa gajah, katanya peninggalan zaman Belanda..ntar aku anterin ke situ juga.” Papar Bayu antusias selayaknya promosi tour pada konsumen. 

Arli tak langsung menjawab, ia mencoba berpikir, apakah peluang bertemu kembali dengan Bayu akan berakhir baik nantinya atau tidak. Namun tetap saja, Arli pecinta jalan-jalan tak bisa memungkiri keinginannya berkeliling di Bandung. Karena pada kenyataannya setiap Arli main ke Bandung selama ini, Arli hanya berkutat dengan games pada komputer dikosan temannya yang bernama Inat, atau ngobrol sambil belajar disiplin dan hidup rapi di kosan cimon. “gitu ya. Bagus deh, kebetulan tiap main ke Bandung aku belum jalan-jalan juga sih. Asik nongkrongin kosan temen doang, atau berlama-lama di labkom fakultas nya temen di ITB buat nemenin atau ikutan ngedownload film dan musik”, jawab Arli yang memang tulus tertarik ingin jalan-jalan, sekaligus berusaha menutupi semangatnya ingin bertemu Bayu kembali. “kapan mau berangkat? Besok bisa?” usul Bayu seolah-olah tak sabar ingin berjumpa Arli. “beberapa hari lagi mungkin, sampai nilai ujian hari ini keluar. Siapa tau ga lulus, bisa langsung liat jadwal ujian ulang kalo pas dikasih peluang langsung ngulang.” Kali ini suara Arli terdengar sendu, mungkin cemasnya masih tertinggal sedikit di hati, dan selebihnya adalah rasa gembira akan bertemu Bayu kembali. 


Arli melonjak gembira ketika mengetahui bahwa dia lulus ujian akhir mata kuliah yang terakhir kemarin. Kegembiraannya berlipat ganda karena kelulusan mata kuliah itu memberi lampu hijau baginya untuk berkunjung ke Bandung menemui teman-temannya Inat dan Cimon..dan tentu saja bertemu untuk yang kedua kalinya dengan Bayu..



31 Desember 2005,
Terminal Lewi Panjang Bandung
± pukul 11.00 Wib.


Setelah menempuh waktu sekitar 4 jam perjalanan Depok-Bandung, akhirnya untuk kesekian kalinya Arli menuruni tangga Bis MGI warna biru dan menginjakkan kaki di terminal Lewi Panjang Bandung. Dengan memakai kaos biru dongker polos lengan pendek (teramat pendek) dan jeans warna biru yang lebih muda dari warna kaosnya, sandal, serta sebuah Ransel dengan ukuran lebih besar dari ransel pink motif garis putih yang biasanya selalu dibawa Arli kemana-mana, Arli mulai melangkah sambil mencoba mencari-cari keberadaan Bayu yang berjanji menjemputnya di Terminal lewi panjang. 


Merasa tak menemukan Bayu, Arli segera menelpon, “dimana?”, dan dijawab Bayu, “didepan warung nasi xxxx, ga jauh dari parkir MGI”. Arli mencoba mencari warung nasi yang disebut Bayu dan ketemu. Dengan menarik nafas panjang, Arli kembali mencari Bayu dan menemukannya duduk di atas sebuah sepeda motor bermerk supra vit berwarna dasar hitam. Bayu terlihat sedikit berbeda dengan rambut gondrongnya. Namun itu tak merubah rasa senang Arli bertemu Bayu hari itu. Bayu menatap Arli dari kejauhan, melihat sosok Arli sang perempuan tangguh yang menggendong sebuah ransel yang lebih besar dari ransel pink milik Arli, “dia masih setangguh yang dulu” batin Bayu dalam hati.

Sekedar bersalaman, memberi senyum, akhirnya Arli duduk diboncengan sepeda motor Bayu menuju Rumah makan khas Batak 5 serangkai. Rumah makan itu pilihan Bayu, bukan memilih sembarangan, tapi Bayu mengingat Arli pernah menceritakan susahnya mendapatkan makanan khas batak di depok, jikapun ada, hanya di lapo tondongta yang terletak di dekat mall depok, sayangnya racikan bumbunya kurang pas di lidah Arli. Bayu berpikir, mungkin masakan khas Batak di 5 serangkai cocok dengan selera Arli. 


Setibanya disana, Bayu dan Arli segera makan. Sambil menyantap hidangan di depannya, Arli bertanya pada Bayu, “kok kamu gondrong?” dijawab Bayu dengan santai, “aneh ya? Jadi jelek? Ada alasannya sih..biar makin sadar kalau aku belum lulus-lulus juga kuliahnya. Jadi aku ga motong rambut sampai aku wisuda. Jelek sih, jadi kelihatan tua, tapi biar bisa memotivasi diri aja biar cepet-cepet lulus jadi cepet potong rambutnya”, dan merekapun tertawa bersama, “hahahahaah…”. Ketika selesai makan, baik Bayu ataupun Arli segera menuju kasir dan sama-sama berinisiatif hendak membayar biaya makan siang itu. Bayu yang sudah mempersiapkan budget untuk menyambut Arli, memenangkan adu cepat membayar makan. Sambil tersenyum Bayu berkata, “yang beginian mah, masih sanggup…”, Arli tersenyum sambil menanggapi, “maksudnya kalau mahalan dari ini, baru deh aku disuruh bayar gitu? Dasar…” dan lagi-lagi mereka tertawa bersama.

Arli meminta Bayu mengantarkannya kekosan Cimon yang terletak di dago. Kunjungan Arli sebelumnya Arli menginap di kosan Inat, jadi kali ini Arli ingin mencoba menginap di kosan cimon, sayangnya mungkin hanya untuk malam itu saja dan besok akan berpindah ke kosan inat, berhubung di kosan cimon diberikan peraturan, “tidak boleh membawa tamu menginap selama 2 malam berturut-turut atau lebih”. Namun Arli si mahasiswa hukum tidak kalah cerdik. Dia mencoba mencerna peraturan tersebut dan menemukan celahnya, “hmmm..oke deh, besok pindah ke kosan Inat, trus lusanya ke kosan ini lagi. Kan katanya ga boleh berturut-turut, kalau ga berturut-turut berarti boleh..” ujarnya tersenyum. 


Menandakan bahwa itu adalah kosan cimon, Arli melihat tempat tidur dengan seprai yang rapih dan ketat, seluruh barang-barang tertata rapi, baju-baju tergantung pada tempatnya, tidak ada sampah makanan tertinggal di meja belajar, tidak ada sampah-sampah kertas, tidak ada piring yang masih kotor. “Betul sekali…ini adalah kamar cimon hahaha.. ” ucap Arli sambil tertawa. Sehabis mengantar Arli, Bayu segera berpamitan dengan Arli dan Cimon dan menghilang dikejauhan.

Waktu demi waktu di habiskan Arli bersama Cimon maupun Inat dan menceritakan kisah pertemuannya dengan Bayu dikapal, bagaimana proses mereka bisa kembali berkomunikasi hingga akhirnya mereka bertemu kembali. Inat tertawa terpingkal-pingkal mendengarkannya, sementara itu Cimon berkali-kali berucap, “astaga..ya ampun..” sambil menunjukkan rasa cemasnya. Cimon takut Arli tertipu dan terjebak pria tak jelas, terlebih lagi ketika bertemu Bayu, Cimon melihat Bayu berambut gondrong. Untung saja Bayu bersikap tenang dan terpercaya sehingga Cimon dapat dengan tenang melepaskan Arli untuk jalan bareng dengan Bayu beberapa kali selama menginap di kosan cimon maupun kosan Inat. 


Berbeda dengan Cimon, Inat justru lebih mendorong Arli untuk segera jadian dengan Bayu. Menurutnya kisah Bayu dan Arli sangat romantis dan unik. Sayang rasanya kalau tidak dilanjutkan, begitu usulan Inat kepada Arli. Begitu menggebu-gebunya Inat sampai-sampai setiap pulang sehabis jalan-jalan dengan Bayu, Inat selalu bertanya pada Arli, “udah ditembak belum?” atau “udah jadian belum?”. Hingga pada suatu malam, Arli pulang sekitar pukul 22.00 Wib ke kosan Inat dengan rambut dan jaket sedikit basah, Inat kembali menanyakan sebuah pertanyaan, “udah ditembak belum?”. Sambil mengulurkan 2 litter air mineral merk Aqua pada Inat, Arli menjawab,............

[to be continued..] 

LOVE BOAT: Cinta Datang Tiba-Tiba... [Episode-9]


[Episode sebelumnya: Dengan segera Arli mengucapkan pamit kepada Bayu dengan alasan ingin beristirahat dan segera menonaktifkan handphonenya. Bayu yang merasakan tingkah Arli yang begitu dingin dan berbeda menjadi tak tenang. Berkali-kali Bayu mencoba menghubungi Arli, namun handphone Arli sudah tidak aktif...]


Malam itu Bayu tak mampu memejamkan mata. Pikiran Bayu masih ke seputar pembicaraan terakhirnya dengan Arli. Berkali-kali Bayu bergumam pelan, “kenapa Arli jadi bersikap dingin?”, meskipun di lubuk hati Bayu, ia sudah menebak bahwa sikap Arli tadi adalah buah dari ucapan terakhirnya pada Arli. 

Seiring berjalannya waktu malam itu, Bayu sadar telah salah bertanya. Mungkin karena egonya yang terlalu terburu-buru ingin memperjelas keadaan antara dirinya dan Arli, akhirnya pertanyaan pendek itu meluncur dari bibir Bayu, yang sebenarnya bertujuan untuk melihat reaksi Arli. Setidaknya Bayu punya gambaran, seperti apa Bayu dimata Arli. Bagi Bayu, sikap Arli yang terlalu terbuka, terlalu santai, terlalu ceria, dan terlalu menyenangkan teramat sangat mengkuatirkan. Bayu takut kalau itu adalah sifat natural Arli yang terlanjur membuat Bayu melambung tinggi ke udara. 

Seringnya Bayu berpikir bahwa Arli menyukainya, sebanding dengan seringnya Bayu membanding-bandingnya dirinya dengan kriteria laki-laki yang menurut Bayu pas berpasangan dengan Arli. Dan bagi Bayu, laki-laki itu bukanlah dirinya.
Rasa percaya diri Bayu semakin runtuh ketika gagal menghubungi Arli kembali untuk kesekian kalinya.. “maaf, nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, cobalah beberapa menit lagi".

Waktu terus berlalu, tidak terasa sudah hampir 1 jam Bayu menatapi handphone mungil di tangannya. Ingin rasanya Bayu memejamkan mata dan segera tidur, tetapi Bayu tak mampu. Pikirannya terlalu berkecamuk dengan berbagai kemungkinan tentang sikap dingin Arli. Bayu semakin menyesali pertanyaannya, “ah..bukannya berhasil mengetahui isi hati Arli, malah aku baru saja memutus jembatan pertemanan kami” sesal Bayu dalam hati. 


Tiba-tiba, “tring…” bunyi pertanda sms masuk di handphone Bayu, belum lagi membuka sms, terdengar kembali ,”tring…tring..tring..tring” berurut-urutan sms masuk ke handphone Bayu. Perlahan Bayu menekan tombol pembuka kunci handphone miliknya, dan melihat nama pengirim sms yang ternyata hanya 1 nama saja, “hah??? ARLI???”. Bayu shock dan terdiam beberapa saat. 

Sms-sms itu masuk berderet dengan cepatnya. Bayu menduga sms itu diketik dalam 1 sms, namun handphone Bayu tak mampu membuka keseluruhan, dan secara otomatis memilah-milah sesuai batas kapasitasnya, sehingga menghasilkan 5 sms. 

Bayu membuka sms pertama, “….Bayu, sorry, aku menonaktifkan handphoneku tadi. Aku butuh berpikir sebelum aku mengirimkan sms ini ke kamu. Aku pengen nanggepin pertanyaan terakhirmu ke aku sebelum aku mematikan handphoneku.” Jantung Bayu deg-degan membacanya. 

Tak ingin lebih lama dalam rasa penasarannya, segera dibukanya sms kedua Arli, “Aku tau waktu perkenalan kita sangat2 singkat, terlebih waktu pertemuan kita yang Cuma di atas kapal. Siapa aja bisa kita temukan di kapal, tanpa tau siapa dia, latar belakangannya, pribadinya, semualah.” 

Bayu mencoba menebak-nebak arah pesan dari Arli. Namun Bayu terlalu tegang untuk mampu berpikir jernih. Rasa tidakpercaya diri yang lebih dulu hinggap di diri Bayu membawa dirinya semakin tersudut dan tidak mampu berpikir lain selain kegagalannya mendekati Arli si pejuang tangguh. Dengan menghela nafas panjang dan mengucap kalimat permohonan singkat pada Tuhan, Bayu membuka sms ketiga, “Jujur aja, aku nyaman dengan perkenalan kita, aku nyaman dengan obrolan kita dulu di kapal, aku nyaman dengan kamu, sampai mendorong aku mencari tau tentang kamu di friendster. Tadinya aku pikir menyambung kembali komunikasi denganmu sah-sah aja. Aku ga berharap lebih dari teman biasa aja.” Pipi Bayu sedikit merona ketika membaca kata per kata pesan dari Arli, namun sayangnya pada akhir-akhir kalimat, justru membuat Bayu bimbang, “sebenarnya Arli pengen nyampein apa?”, batin Bayu. 

Kali ini, Bayu benar-benar tak mampu menguasai degub jantungnya yang berdetak jauh lebih kencang dari sebelumnya. Sudah kepalang tanggung, Bayupun melanjutkan membaca sms keempat, “Tapi sepertinya banyak hal terjadi di luar dugaanku. Mungkin sms ini bagimu menggambarkan aku perempuan paling berani dan agresif di dunia. Dimana-mana laki-laki yang mau menyatakan perasaannya ke perempuan, ya kan? Aku juga mungkin akan sangat teramat menyesal setelah ngirim sms ini ke kamu. Semua udah kupertimbangkan. Aku menghargai kamu sebagai laki-laki, aku hargai pribadiku sbagai perempuan.”. 

Bayu terdiam lagi, “apa yang jadi pertimbangan Arli? Apa maksudnya? Apa dia urung karna aku kurang inisiatif?”, rasa sesal menyelimuti hati Bayu. Ingin rasanya Bayu memutar waktu, “ahh..tau gini, lebih inisiatif aku deketin Arli.” Ujarnya dalam hati sambil membuka sms terakhir, “Rasanya aku membohongi diriku sendiri kalau aku bilang aku ga punya perasaan lain ke kamu selain sekedar perasaan temen yang berkenalan di kapal. Kamu pasti bisa baca dari responku stelah pertemuan kita di kapal. Bayu, sepertinya aku menyukai kamu. Itu jawaban atas tingkahku selama ini… “.

Bayu terduduk, pipinya merona. Sebuah senyuman terukir diwajahnya. Rasanya seperti diguyur berpuluh-puluh liter air sejuk di tengah gurun pasir yang kering dan gersang, mungkin itulah ungkapan yang paling pas untuk perasaan Bayu saat ini. Ingin rasanya Bayu segera menelepon Arli dan langsung bilang, “aku sayang kamu, ayo jadian”, tapi Bayu urung. Dalam benaknya ia berkata, “Arli terlalu luar biasa untuk diajak jadian hanya melalui telfon, apalagi sms. Ga..ga bisa. Aku harus nyiapin yang jauh lebih baik dari itu.” 


Tiba-tiba semangat Bayu bergelora. Meskipun tidak mengirimkan tanggapan apa-apa kepada Arli, tetapi sesungguhnya tiap detik hidup Bayu telah diisi bayang-bayang Arli. Bayu mencoba tidur, namun belum lagi sempat tertidur, kembali sebuah senyum sumringah menghiasi wajah Bayu. Entahlah, mungkin saat ini Bayu benar-benar telah teramat jatuh cinta dengan Arli. Beberapa jam kemudian barulah Bayu berhasil tidur, dan mungkin saja sudah tidak perduli lagi akan mimpi indah atau mimpi buruk malam itu.


Pagi ini Bayu bangun lebih pagi dari biasanya. Entah mengapa, meskipun waktu tidurnya sangat sedikit semalam, namun tubuhnya terasa bersemangat untuk beraktivitas sepanjang hari. Tidak hanya bersemangat, namun wajahnya turut berseri-seri sepanjang hari. Ingin rasanya Bayu segera memberikan tanggapan atas sms Arli tadi malam, namun Bayu terlalu mempertimbangkan kata-kata apa yang akan disampaikannya pertama kali kepada Arli. Tanpa disadari Bayu pertimbangan-pertimbangannya telah membuat dirinya asik sendiri sehingga tak menyadari hari sudah menjelang malam. 

Kali ini Bayu siap memberi kabar pada Arli. Bayu menekan tombol-tombol pada handphone putih miliknya dengan cepat. Wajar saja, nomor handphone Arli telah terhafal katam di otak Bayu. Mungkin dalam keadaan tidur sekalipun Bayu pasti dapat menyebutkan nomor handphone Arli dengan fasih dan cepat hahaha. Terdengar beberapa kali nada panggil pertanda handphone Arli dalam keadan aktif. Sayangnya, sampai kesempatan nada terakhir, Arli tak kunjung mengangkat telfon dari Bayu. Tidak patah semangat, Bayu mencoba lagi..dan mencoba lagi. Hingga akhirnya ada suara menyapa Bayu, “hallo..”, suara Arli terdengar indah di telinga Bayu.

Merasa lega, Bayu menjawab sapaan Arli dengan terlebih dahulu menarik nafas untuk menghilangkan suara terbata-bata efek semangatnya yang berlebihan, ““hmm..hallo Arli. Lagi sibuk ya?”, Bayu mencoba terdengar tenang. Arlipun menjawab kembali, “iya maaf, tadi lagi ibadah Asrama, jadi telfon kamu aku reject”. Bayupun bingung harus berbasa basi seperti apa lagi, karena Arli perempuan blak-blakan yang tidak pantas dibasa-basi. Segera saja Bayu membuka pembicaraan, “Soal sms kamu kemarin, makasih ya..”, Bayu merasa cukup menyampaikan itu saja. Dia tidak ingin menyampaikan isi hatinya melalui telfon malam itu, Bayu ingin lebih. Tak menyangka sama sekali, tiba-tiba Arli memberi respon yang lagi-lagi membuat Bayu terdiam , “gitu aja?” tanya Arli tegas...


[to be continued..]