Sabtu, 17 Juli 2010

CINTA untuk perdamaian dan lingkungan.


AKU MENCINTAIMU…. SEMOGA KAU MASIH PERCAYA

Bumiku...
Selamat pagi! Aku manusia menyapamu….
Sapaanku masih sama ketika pertama kali aku mampu menggerakkan kakiku melangkah menuju jendela kamarku dan menarik tirainya, dan dengan tawa kecilku aku menyapamu, selamat pagi…
Saat itu, aku memandang kegagahan sinar mentarimu. Dengan senyum tulus kuucapkan syukur pada Penciptamu yang juga telah menciptakanku pula dengan sempurna. Sungguh Allah Pencipta yang Maha karya.
Aku menyukai sahut-sahutan kokok ayam yang mengiringi kehadiran sinar mentarimu pertanda pagi yang baru telah datang.

Ibu akan mengandeng tanganku dan mengajakku mengucapkan sapaan kepada Penciptamu dan penciptaku pula dalam doa di pagi ini dan berharap ia yang menciptaku akan menyertai dan memberkatiku disepanjang hari ini. Jangan kuatir, saat itu aku juga berdoa untukmu, aku berkata pada Penciptamu, “aku menyukai bumi ciptaanMu, berilah aku hati yang mau berpartisipasi menjaga dan melestarikan lingkunganku.”
Ibu akan menyiapkan sarapan yang akan kumakan bersama seisi rumahku. Ia menanak nasi dan memintaku untuk mencintaimu, karena engkau yang memberikan aku nasi.

Bumiku…
Aku menyukai hawamu yang sejuk, sehingga aku tidak takut bermain di luar bersama teman-temanku. Aku menyukai airmu yang mengalir, warnanya begitu bening. Aku suka melihat wajahku sendiri di permukaan airmu.

Tapi sekarang tidak lagi.
Airmu tidak mengalir, mungkin sampah-sampah itu membuatmu sulit bergerak. Airmu juga tidak bening lagi, bahkan ia mengeluarkan bau yang tidak sedap. Tidak ada anak-anak yang mau bermain disana lagi. Ibu juga semakin hari sering mengeluh, katanya harga beras membumbung tinggi karena hasil panen menurun akibat kekeringan dan kualitas air yang buruk. Ayah mengatakan airmu banyak tercemar oleh limbah pabrik di sekitar airmu.Bumiku, maafkan aku dan teman-temanku, mungkin kami pernah turut mengotorimu dengan tangan yang seharusnya berguna untuk melindungimu.

Bumiku…
Aku tahu engkau marah. Tidak banyak akar-akar pohon yang tersisa untuk menahan airmu yang mengalir dan pemukiman penduduk porak-poranda diterjangnya. Pasti saat itu engkau sedih, karena itu bukan maumu. Kekayaan alammu digali dengan rakus dan sembrono tanpa perhitungan yang matang dan merusak tubuhmu. Lahar panasmu pun menyembur merusak setiap lahan yang dilewatinya. Sekali lagi aku katakan, aku tahu itu bukan maumu. Semua manusia mencintaimu, mencintai keindahan dan keasrianmu. Tetapi manusia terlalu rakus.
Bumiku, maaf… kami manusia mengetahui keberadaanmu diciptakan untuk memenuhi kebutuhan kami. Tapi kami sering lupa tanggung jawab untuk mengelolamu dengan baik telah turut diberikan Penciptamu pula kepada kami sebagai ciptaanNya yang tertinggi yang paling sempurna, dicipta dengan akal dan pikiran. Maafkan manusia yang tidak mampu memakai kesempurnaannya untuk melindungimu yang tidak mampu berkata-kata menyampaikan kemarahanmu. Kerakusan, ketidakperdulian, pementingan diri sendiri telah menguasai hati dan pikiran manusia yang rentan goyah oleh kepuasan-kepuasan sesaat dan engkau pun turut menderita dibuatnya.

Bumiku…
Mungkin engkau merasa manusia tidak memberi hati untukmu.
Tapi bukan kami lupa dan tidak memperdulikanmu. Tetapi untuk hidup antar sesama manusiapun sulit kami jaga. Kami yang diciptakan seturut gambar dan rupa Pencipta tidak hidup sebagaimana hidup yang dikehendaki Sang Pencipta. Terkadang musuh terbesar kami adalah diri dan ego kami sendiri. Kami tidak suka melihat orang lain melakukan hal yang berbeda dengan kemauan kami meskipun hal itu tidak disalahkan. Kami tidak suka melihat orang lain memiliki paham yang berbeda dengan kami. Kami tidak suka melihat orang lain memiliki iman kepercayaan yang berbeda dengan kami. Bahkan warna kulit berbedapun dapat membuat kami saling membenci.

Kami menganggap yang lain bukan bagian dari kami. Mungkin engkau muak melihat pertengkaran-pertengkaran kami. Atau justru mentertawakan manusia yang sibuk mempersulit kehidupan yang sebenarnya telah dilimpahkan dengan penuh damai sejahtera.

Manusia mencintai perdamaian, tetapi tidak mau menjadi pendahulu terwujudnya perdamaian. Lebih mudah menjadi pemicu keributan daripada membawa damai diantara kami. Untuk hidup sesama kami saja sulit kami pertanggungjawabkan, terlebih lagi mempertanggungjawabkan kelakukan kami terhadap bumi yang tidak kami dengar perkataan dan kehendaknya.

Bumiku..
Mungkin engkau muak dengan manusia yang dengan tangannya telah mengotori tubuhmu, mengotori tanahmu, airmu dan udaramu. Tetapi lihat, teguran Penciptamu melalui setiap kejadian alam yang memporak-porandakan kehidupan manusia, telah membuka hati dan pikiran kami. Tidak sedikit orang telah membuka hati dan peka atas kesedihan dan kemarahanmu. Tapi kami butuh waktu untuk mewujudkan secara nyata cinta kami kepadamu sebagai bukti cinta kami kepada Penciptamu.

Lihatlah…
Tubuhmu sedikit demi sedikit telah dibaharui. Pemimpin-pemimpin kami telah bertindak tegas terhadap tangan-tangan yang merusak dan mengotori tubuhmu. Dan lihatlah! Kami manusia sedang belajar memahami sesama kami dan bertoleransi. Memang tidak segampang meniatkannya, tetapi kami sedang belajar dan berjuang mewujudkannya. Kelak engkaupun dapat melihat manusia melindungimu dengan penuh cinta yang telah dirasakan terlebih dahulu oleh cinta sesamanya dan pembelajaran atas mencintai orang lain.

Bumiku…
Pencipta kita sungguh luar biasa. Ia membentuk kita untuk saling membutuhkan. Demikian pula manusia, diciptakan bukan untuk sendiri, tetapi untuk menjalani kasih dengan sesamanya. Kelak apa yang disebut dengan “perdamaian” itupun akan benar-benar terwujud diantara kita.

Bumiku…
Sekarang aku telah dewasa.
Aku mengerti apa yang kulakukan dan tahu apa yang harusnya aku lakukan. Ketika aku bersama manusia dewasa lain berkata bahwa kami mencintaimu, lihatlah kami sedang berjuang menunjukkan secara nyata cinta itu.
Aku percaya Allah Sang Pencipta dan empunya Bumi dan segala isinya, mengasihi ciptaanNya dengan sempurna. Kelak aku manusia akan belajar kasih itu dari pemilik Kasih yang sempurna. Dengan begitu, ketika aku tidak melihat kasih itu, aku akan berjuang menjadi orang yang pertama menunjukkan kasih demi perdamaian yang indah yang sejak awal telah dilimpahkan Allah kepada seluruh ciptaanNya.

Teriring senyuman dan harapanku


Aku manusia,
Dengan penuh ungkapan cinta dan perjuangan mewujudkannya
kepada bumi dan perdamaian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar